halaman7.com – Banda Aceh: Didong adalah salah satu seni yang telah bertahan dari sejak zaman dulu di Gayo. Didong terus bisa bertahan dari berbagai gempuran budaya yang setiap saat merasuki generasi muda Gayo dari waktu ke waktu.
Lalu, di era milenial ini, kesenian Didong lagi-lagi menghadapi tantangan besar. Bagaimana, bisa bertahan dan bisa diterima generasi milenial yang serba digital saat ini. Untuk itu, Pusat Kajian Kebudayaan Gayo kembali menggelar Bincang Budaya, dengan menghadirkan narasumber seorang penyair, wartawan dan alumnus Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Fikar W Eda.
Yusradi Usman al-Gayoni, Ketua Pusat Kajian Kebudayaan Gayo, Selasa 19 April 2022 mengatakan bincang budaya tersebut, digelar secara daring, besok, Rabu 20 April 2022, pukul 10.00-11.30 WIB, melalui zoom meeting lewat link https://us02web.zoom.us/j/83120849627?pwd=bThXZnpPd3BheXk1OWtyLzBKdjcxQT09, meeting ID: 831 2084 9627, dan Passcode: 958327
Fikar W Eda, ungkap Yusradi, merupakan orang Gayo sekaligus dari Aceh pertama yang lulus S-2 IKJ, akatan III (alumnus 2012). Fikar sempat mengangkat didong, sastra lisan Gayo yang memadukan seni vokal, seni puisi, dan seni gerak dalam bus Transjakarta. Ini menarik, karena pertama dalam sejarah didong di Jakarta.
Selain didong Transjakarta, lanjut Yusradi, dibahas pula sejarah didong di Jakarta, dengan menghadirkan langsung ceh-ceh dan kelop-kelop didong dari Gayo ke Jakarta.
Melalui Bincang Budaya lanjut Yusradi, diharapkan juga ada pemikiran, bagaimana melestarikan didong, dengan terus beradaptasi di era digital, era industri 4.0, mulainya artificial intelligence, sehingga bisa terwaris ke anak-anak milenial, generasi Z, dan post Z tentunya.
“Termasuk, bagaimana mengemas pertunjukan didong dalam situasi new normal, menuju endemi, saat masih berlangsungnya Covid-19 seperti sekarang,” sebutnya.
Pasalnya, tegas penulis buku “Tutur Gayo” itu, didong adalah sastra lisan yang paling bertahan di Gayo saat ini, jadi pintu masuk untuk mengetahui tentang Gayo. Karena segala sesuatu tertulis dalam didong.
“Didong juga sarana efektif dalam pembelajaran, pengajaran, pelestarian, dan pewarisan seni, bahasa, budaya, adat istirahat, dan sejarah Gayo ke generasi Gayo mendatang,” ujar Yusradi.[ril | andinova]
Respon (1)