halaman7.com – Banda Aceh: Melihat penomena Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Aceh dalam beberapa pekan terakhir ini. Bisa menimbulkan rasa pesismis di kalangan masyarakat. Pasalnya, orang yang muncul itu-itu saja, seakan tidak ada sosok lain yang layak memimpin Aceh di masa lima tahun mendatang.
Penomena ini, di mata seorang Akademisi Universitas Abulyatama (Unaya), Dr Usman Lamreueng, dimana Pilkada 2024 di Aceh sepertinya masih hanya sebatas melahirkan kekuasaan dengan segala nafsu birahi.
“PIlkada kita (Aceh) masih sebatas pada birahi untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan, bukan mencari pemimpin dengan segala visi, misi dan gagasan perubahan,” ujar Akademisi Unaya, Usman Lamreueng, Minggu 21 April 2024.
Siklus Pilkada sepertinya hanya serimonial saja, termasuk calon kandidat gubernur, bupati dan walikota berputar-putar dengan para elit dan politisi yang sama, krisis kepemimpinan. Malah lebih ironis lagi tak ada ruang dan jangan coba-coba bagi yang berkeinginan mencalonkan diri yang tidak punya modal ekonomi termasuk tidak ada koneksi dengan partai politik.
Modal ekonomi adalah sebuah keniscayaan yang harus disiapkan calon atau kandidat. Bila itu tidak ada jangan harap bisa mencalonkan diri. Karena ada syarat yang ditentukan partai politik, termasuk mahar politik.
“Ini salah satu penyebab para tokoh, akademisi, dan intelektual yang punya gagasan dan visi namun urung maju ketika dihadapkan dengan modal ekonomi,” ujar akademisi Unaya ini.
Ditambah lagi buruknya pelaksanaan Pemilu legislatis terindikasi politik uang begitu masif. Pemilih tidak lagi melihat visi, gagasan dan SDM, tapi yang dipilih berapa amplop yang diterima, biarpun sudah melampaui moralitas termasuk malanggar ketentuan agama.
Menurut Usman, ini pastinya akan berdapak besar dan akan merubah pola pikir malah akan menjadi budaya. Bahwa politik uang dalam pelaksanaaan pemilu sudah hal biasa yang akhirnya menjadi sebuah kebenaran.
Bila ini terus terjadi termasuk pada Pilkada 2024 terjadi politik uang, tentu akan berdampak besar pada kepemimpinan, pembangunan dan kesejahteraan. Ini juga akan membuka lebar korupsi semakin masif dan akhirnya menjadi budaya.
Tren buruk ini sudah harus dihentikan. Makanya Pilkada Aceh 2024 harus dijadikan momentum untuk mentransformasi kultur politik transaksional menjadi politik gagasan. Karena itulah syarat Aceh bisa maju dan sejahtera.
“Aceh butuh politisi pengusung paradigma politik untuk perubahan bukan politik untuk kekuasaan,” pungkas Usman.[ril | red 01]