Oleh: Subhan Tomi
SECARA konseptual pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dilandasi tiga tujuan utama. Meliputi tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di Indonesia melalui Nomor: 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan Nomor: 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Ternyata hasilnya ada yang baik dijalankan pemerintah daerah. Ada juga yang lari dari tujuan yang diharapkan. Karena daerah tidak mampu melahirkan inovasi untuk memajukan daerahnya.
Sesungguhnya pemerintah dan masyarakat di suatu daerah memiliki peranan yang penting dalam peningkatan kualitas pembangunan di daerahnya masing-masing.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah, terdapat beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, antara lain:
- Faktor manusia. Meliputi kepala daerah beserta jajaran dan pegawai. Seluruh anggota lembaga legislatif dan partisipasi masyarakatnya.
- Faktor keuangan daerah. Baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli daerah, yang akan mendukung pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan daerah.
- Faktor manajemen organisasi atau birokrasi. Ditata secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan pengembangan daerah.
Ada beberapa permasalahan yang sering terlihat dalam permasalahan pelaksanaan otonomi daerah. Bagaimana sering terjadi nya eksploitasi pendapatan daerah. Dengan begitu banyak SDA yang dimiliki sebuah daerah belum dapat dimanfaatkan secara maksimal dan serius. Untuk kepentinganan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat karena sering defisit anggaran.
Lalu bagaimana daerah selalu berubah-ubah dikala gubernur, bupati, walikota berganti? Mengakibatkan program kinerja pemerintah daerah tidak berkesinambungan. Terlihat ada beberapa pembangunan strategis daerah mangkrak tidak selesai. Karena bergantinya pimpinan daerah. Tentu sangat merugikan secara keseluruhan dari penerima manfaat.
Yang sangat mengejutkan adalah otonomi melahirkan raja-raja kecil di daerah. Juga terjadi saling kapling mengkapling wilayah. Peraturan yang berbeda antara pusat dan daerah serta satu daerah dengan daerah lain. Berpotensi tinggi terjadinya penyalahgunaan wewenang.
Terjadilah KKN besar-besaran. Dimana para tim sukses pemenganlah yang kemudian mengatur jabatan ASN di daerah. Siapa yang akan menempati jabatan apa? berefek tidak maksimalnya pelayanan publik ke masyarakat dan siapa yang akan mendapat proyek apa?
Lalu banyak terdapat proyek fiktif atau siluman. Semuanya terletak ditangan tim sukses sang kepala daerah. Karena tidak mengikuti prosedur yang benar. Dengan kata lain penilaian terhadap seorang ASN, perusahaan yang mengikuti tender tidak lagi objektif ini sangat merugikan daerah.
Berakibat tidak jalannya organisasi pemerintah daerah secara baik. Berimbas tidak optimalkan program pusat ke daerah. Tidak terwujud nya visi, misi dari kepala daerah. Karena minimnya inovasi, sehingga menjadi daerah tertinggal dan termiskin.
Untuk itu mari ke depannya kita benahi secara bersama dan memahami tujuan otonomi daerah. Untuk memajukan, mencerdaskan, mensejahterakan masyarakat. Bukan semata-mata kekuasaan yang diberikan sebagai jalan memperkaya diri sendiri atau golongan.[]
Penulis, ASN di Aceh Singkil