halaman7.com – Banda Aceh: Kisruk Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Pemerintah Aceh kembali memanas, sampai mengancam menggulingkan Plt Gubernur Aceh dari jabatannya.
Pasalnya Plt Gubernur sudah tiga kali di undang. Tidak sekalipun memenuhi undangan DPRA. Terakhir Rapat Paripurna Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Qanun tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBA 2019.
Pemerhati Sosial Politik Kemesyarakat, Usman Lamreung melihat hubungan DPRA dan Pemerintah Aceh memang lagi tidak harmonis. Seharusnya dua lembaga politik tersebut dimasa-masa sulit ini, bersama-sama bersinergi menjalankan amanah rakyat.
“Salah satunya adalah belum ada gerak cepat penaganan penyebaran Covid-19. Tentu sesuai tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh Konstitusi,” ujar Usman Lamreueng, Rabu 2 September 2020.
Dikatakan, ketidak harmonisan hubungan DPRA dan Pemerintah dipicu berbagai kebijakan yang diputuskan tidak melibatkan legislatif. Seperti refocusing, proyek multiyear menyebabkan pembatalan dan lainnya.
DPRA disorot masyarakat dan dianggap lemah dan tak berdaya. DPRA sangat kecewa dengan Plt Gubernur dan tidak transparan terhadap penggunaan anggaran terutama anggaran refocusing. Beberapa kali diminta menjelaskan tidak pernah terjadi.
“Puncak kisruh adalah Rapat Paripurna Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Qanun tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBA 2019,” ujar tokoh muda asal Aceh Besar ini.
Dikatakan, Plt Gubernur tidak hadir dengan alasan mengikuti rapat terbatas dengan Presiden melalui Vidcom. Berbenturan dengan program Gerakan Masker Aceh (Gema) yang dilaksanakan pada 1-4 September 2020.
“Akibatnya anggota DPRA marah besar. Sampai mengancam mengulingkan Plt Gubernur untuk dilengserkan,” beber Usman memberi kilas balik pemantik kisruh antara DPRA dan Plt Gubernur itu.
INFO Terkait:
Komunikasi Politik
Akademi Unaya ini menilai, Plt Gubernur sepertinya suka sekali melakukan komunikasi politik blunder. Suka dalam kegaduhan dan sorotan. Gagalnya komunikasi politik eksekutif dan legislatif acap sekali terjadi kegaduhan dalam konten politik lokal Aceh.
Ini akibat ketidak terbukaan pemerintah Aceh dalam pengelolaan anggaran termasuk anggaran refocusing Covid-19. Ini terjadi juga akibat komunikasi politik DPRA lemah, lemahnya dipimpinan DPRA dalam membangun komunikasi dengan pemerintah.
“Jangan-jangan mungkin pimpinan DPRA berpolitik dua kaki?,” tanya Usman.
Untuk itu, Usman menyarankan inilah saatnya DPRA harus konsisten sebagai lembaga perwakilan rakyat untuk berpihak pada rakyat. Harus mampu membuka tabir kenapa pemerintah Aceh sangat tertutup dalam berbagai kebijakan termasuk anggaran refocusing covid-19.
“Jangan sampai isu Interpelasi, hanya bagian untuk kompromi politik,” pungkas Usman.[andinova | red 01]